JAKARTA | SERANTAUMEDIA - Bank Indonesia (BI) dan People's Bank of China (PBOC) sepakat untuk memperbarui perjanjian bilateral pertukaran mata uang lokal atau Bilateral Currency Swap Arrangement (BCSA).
Perjanjian ini akan berlaku selama lima tahun ke depan, dimulai pada 31 Januari 2025, dan memungkinkan pertukaran mata uang lokal hingga CNY 400 miliar (setara dengan US$ 55 miliar atau Rp 895 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.280).
Perjanjian tersebut ditandatangani langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Gubernur PBOC, Pan Gongsheng.
Dalam sambutannya, kedua pihak menegaskan komitmen mereka untuk meningkatkan perdagangan bilateral dan investasi langsung menggunakan mata uang lokal masing-masing.
Menurut Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, pembaruan perjanjian ini merupakan kelanjutan dari kerjasama yang telah terjalin sejak 2009 dan diperbarui beberapa kali.
Kerja sama ini bertujuan untuk mendorong penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi antar negara melalui mata uang lokal, yang kini telah berjalan sejak 2021.
Ramdan menjelaskan bahwa BCSA saat ini menjadi skema utama dalam penyelesaian transaksi antara Indonesia dan China, dua negara dengan ekonomi terbesar di Asia.
"Perjanjian ini mendukung upaya meningkatkan stabilitas pasar keuangan serta memperkuat ketahanan sektor eksternal Indonesia," ujarnya dilansir detik.com.
Lebih lanjut, Ramdan menegaskan bahwa pembaruan BCSA merupakan bagian dari bauran kebijakan Bank Indonesia untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia, terutama melalui upaya pemenuhan kecukupan cadangan devisa.
Menurutnya, kerja sama dengan PBOC ini juga akan berkontribusi terhadap pengembangan sistem pembayaran internasional yang lebih efisien dan aman.
Pembaruan ini juga menunjukkan pentingnya peran kerja sama internasional dalam mendukung kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran nasional.
"BCSA ini menjadi instrumen yang penting dalam mendukung transaksi berbasis mata uang lokal antara kedua negara," tutup Ramdan.