• Wed, Oct 2025

Dapur Sosial Batam: Dari Piring Gizi ke Roda Ekonomi

Dapur Sosial Batam: Dari Piring Gizi ke Roda Ekonomi

Ilustrasi. Murid SD di Batam menikmati makanan program MBG yang dibagikan di sekolah.


Batam — serantaumedia Di balik semangat sosial memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, program Sentra Pangan dan Pemberdayaan Gizi (SPPG) Kota Batam tumbuh menjadi motor ekonomi baru. Program yang awalnya dirancang untuk membantu kelompok rentan ini kini memutar uang hingga ratusan juta rupiah setiap bulan, melibatkan jaringan dapur, tenaga kerja, dan UMKM lokal.

Hingga awal Oktober 2025, sebanyak 74 dapur SPPG telah terdaftar di seluruh kecamatan Batam. Dari jumlah itu, 59 dapur sudah aktif beroperasi, sementara sisanya masih dalam tahap verifikasi dan administrasi. “Dari 20 September kemarin, tercatat 74 dapur. Yang sudah berjalan 59, sisanya sedang menyelesaikan administrasi dan pendataan penerima manfaat,” ujar Defri Renaldi, Koordinator SPPG Batam, kepada Batam Pos, Senin (6/10).

Program ini menyasar kelompok siswa sekolah, ibu hamil, balita, dan ibu menyusui dengan total penerima manfaat mencapai 188.742 orang, tersebar di hampir seluruh kecamatan, kecuali Bulang dan Galang. Setiap dapur rata-rata mampu memproduksi 3.000–4.000 porsi makanan per hari. Dengan 20 hari kerja, satu dapur bisa menyiapkan hingga 80.000 porsi per bulan.

Lebih dari sekadar program sosial, SPPG juga membuka peluang investasi bagi pihak swasta. Untuk menjadi mitra dapur, investor perlu menyiapkan modal Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar, mencakup pembangunan fasilitas dapur, peralatan, dan kendaraan operasional. Setiap mitra diwajibkan memproduksi minimal 3.000 porsi per hari, dengan margin Rp2.000 per porsi. Artinya, satu dapur dapat meraih keuntungan kotor sekitar Rp160 juta per bulan.

“Keuntungan itu digunakan untuk menutup biaya operasional dan pengembalian investasi, bukan keuntungan pribadi,” jelas Defri.

Kebijakan SPPG juga menekankan kemitraan dengan UMKM lokal. Seluruh bahan baku—mulai dari sayur, daging, hingga bumbu—wajib dipasok oleh pelaku usaha kecil di Batam. “Pemasok kita wajib dari UMKM lokal. Kita ingin perputaran uangnya tetap di Batam,” tegasnya.

Langkah itu memastikan program ini tidak hanya menyehatkan warga, tetapi juga memperkuat rantai ekonomi daerah. Dari dapur hingga pemasok bahan baku, semua bergerak dalam satu ekosistem yang saling menghidupi.

Meski dikemas dengan semangat sosial, SPPG kini menjelma menjadi contoh nyata model ekonomi gizi berkelanjutan. Ia menggabungkan tanggung jawab sosial dengan prinsip bisnis sehat. “Ini bukan sekadar bagi makanan, tapi membangun ekosistem — dari dapur, tenaga kerja, hingga UMKM. Semua bergerak bersama,” kata Defri menutup.