PEKANBARU | SERANTAUMEDIA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau menuai sorotan tajam dari DPRD Riau usai Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2025 dinilai tidak menyentuh persoalan infrastruktur dasar, khususnya pembangunan dan perbaikan jalan yang kini dalam kondisi memprihatinkan.
Ketua Komisi III DPRD Riau, Edi Basri, menyampaikan langsung kritik tersebut. Ia menyebut, kondisi jalan di sejumlah wilayah Riau sudah masuk kategori darurat dan ironisnya tidak ada alokasi anggaran dalam RKPD 2025 untuk perbaikannya.
“Ini sangat memprihatinkan. Jalan-jalan kita terus rusak parah karena kendaraan berat yang over kapasitas, sementara tidak ada anggaran perbaikan sama sekali. Ini bisa disebut darurat infrastruktur jalan,” tegas Edi, Minggu (4/5/2025).
Menurut Edi, kerusakan jalan diperparah oleh maraknya truk overloading serta kendaraan non-BM (berpelat luar Riau) yang bebas melintas tanpa pengawasan ketat. Ia menilai Pemerintah Provinsi Riau abai terhadap kebutuhan dasar masyarakat.
“Pemprov tidak bisa lagi berdalih. Jalan rusak bukan hanya ganggu transportasi, tapi juga membahayakan keselamatan. Seharusnya ini jadi prioritas utama,” ujarnya.
Komisi III, kata Edi, mendesak agar Pemprov Riau merevisi RKPD 2025 dan mengalokasikan dana minimal Rp500 miliar untuk sektor infrastruktur jalan.
Ia menegaskan, apapun kondisi keuangan daerah, kebutuhan rakyat harus jadi nomor satu.
“Minimal Rp500 miliar itu harus ada. Kalau tidak, kita mau tunggu sampai jalan-jalan ini benar-benar tidak bisa dilalui baru diperbaiki? Ini soal kepentingan rakyat, bukan sekadar angka di atas kertas,” tegasnya.
Lebih jauh, Edi juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap kendaraan berat di jalan provinsi. Ia menilai tidak adanya penegakan hukum yang tegas turut memperparah kerusakan infrastruktur.
“Kita lihat sendiri, truk-truk pengangkut sawit, batu bara, dan lainnya melintas seenaknya. Aparat dan dinas terkait seperti tutup mata. Ini harus segera dibenahi,” katanya.
Komisi III DPRD Riau, lanjut Edi, berencana memanggil dinas terkait dalam waktu dekat untuk meminta penjelasan sekaligus mendorong revisi RKPD demi memasukkan anggaran jalan.
Tak hanya itu, Edi juga mengusulkan pelibatan pihak swasta dalam pembiayaan infrastruktur. Menurutnya, banyak kerusakan jalan disebabkan aktivitas perusahaan kelapa sawit dan tambang yang menggunakan jalan umum secara intensif.
“Kalau memang perusahaan-perusahaan ini jadi penyebab utama, mereka juga harus ikut bertanggung jawab. Bisa dalam bentuk CSR atau skema kerja sama pembangunan jalan,” ungkapnya.
Ia mengingatkan, jika masalah ini tidak segera diatasi, dampaknya tidak hanya pada kenyamanan berkendara, tapi juga pada sektor ekonomi, distribusi barang, dan keselamatan pengguna jalan.
“Ini bukan cuma masalah aspal rusak, tapi soal bagaimana negara hadir untuk rakyatnya,” pungkas Edi.