PEKANBARU, SERANTAUMEDIA - Indonesia akan mengumumkan paket kebijakan ekonomi baru pada hari Senin, menurut Kepala Urusan Ekonomi Airlangga Hartarto. Paket tersebut akan membahas berbagai isu, termasuk kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) bertingkat dan langkah-langkah ekonomi non-pajak.
"Ada aspek lain di luar perpajakan. Ini akan menjadi satu paket, termasuk insentif. Tunggu Senin," kata Airlangga kepada wartawan di kantornya, Jakarta.
Paket kebijakan tersebut diharapkan mencakup insentif fiskal, seperti keringanan pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memperpanjang tarif pajak 0,5 persen untuk UMKM dengan pendapatan tahunan di bawah ambang batas tertentu.
Sementara Airlangga menolak memberikan rincian lebih lanjut, ia mengisyaratkan insentif untuk usaha kecil. "Ada insentif untuk UMKM juga. Tunggu saja Senin—beli tiket Anda untuk pengumuman," candanya.
Salah satu hal penting dari paket tersebut adalah penerapan tarif PPN bertingkat.
Barang mewah akan dikenakan pajak sebesar 12 persen, sementara barang tertentu akan tetap dikenakan tarif saat ini sebesar 11 persen, dan barang lainnya akan dibebaskan dari PPN sama sekali. Pendekatan bertingkat ini akan menjadi bagian penting dari reformasi fiskal pemerintah yang lebih luas.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru-baru ini mengonfirmasi bahwa pemerintah tengah menyelesaikan kebijakan PPN 12 persen.
Reformasi ini bertujuan untuk memastikan keadilan sekaligus menyeimbangkan dampaknya terhadap daya beli konsumen, pertumbuhan ekonomi, dan kesehatan anggaran negara.
"Kami sedang rinci rumusannya karena ini berdampak pada APBN. Prinsip keadilan, daya beli, dan pertumbuhan ekonomi harus seimbang," kata Sri Mulyani.
Presiden Prabowo Subianto minggu lalu mengumumkan rencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) Indonesia dari 11 persen menjadi 12 persen mulai Januari.
Kenaikan pajak, yang pertama kali diuraikan dalam undang-undang perpajakan 2021 yang ditandatangani oleh pendahulunya, Joko Widodo, yang merupakan bagian dari strategi pemerintah yang lebih luas untuk merangsang aktivitas ekonomi di tengah tantangan global dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan.
Sementara kenaikan PPN ditetapkan terutama untuk barang-barang mewah, Presiden Prabowo mengatakan tarif 12 persen akan diterapkan secara selektif. Ia menegaskan kembali bahwa perubahan ini diamanatkan oleh undang-undang, sehingga menjadi langkah yang perlu diambil pemerintah.
Namun, langkah tersebut telah memicu kekhawatiran tentang potensi kesalahan penerapan, dengan ekonom Yusuf Rendy Manilet memperingatkan bahwa tanpa pedoman yang jelas, beberapa barang kebutuhan pokok mungkin keliru dikenakan pajak, yang merusak tujuan pemerintah untuk melindungi daya beli.
Pemerintah telah membebaskan PPN untuk bahan makanan pokok dan layanan kesehatan serta sedang mempertimbangkan pengurangan lebih lanjut untuk barang dan jasa yang dianggap penting.
Namun, rencana untuk menerapkan PPN yang lebih tinggi untuk barang mewah seperti kendaraan dan perumahan mewah telah menimbulkan kekhawatiran, terutama setelah kenaikan PPN sebelumnya pada tahun 2022, yang menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 0,5 persen dan penurunan pendapatan riil bagi banyak orang Indonesia.
Ekonom senior Esther Sri Astuti menyatakan keraguannya tentang efektivitas sistem PPN bertingkat yang baru dalam mempertahankan daya beli.
Ia mengemukakan bahwa meskipun barang mewah akan dikenakan pajak sebesar 12 persen, dampak yang lebih luas terhadap ekonomi, khususnya bagi keluarga berpenghasilan rendah, tetap menjadi perhatian yang signifikan. Dengan banyaknya orang Indonesia yang keluar dari kelas menengah, kenaikan PPN yang akan datang dapat memperburuk tekanan keuangan bagi rumah tangga yang sudah kesulitan. ***