Jakarta — Pendidikan inklusif kini menjadi paradigma baru dalam sistem pendidikan modern yang menekankan kesetaraan, keberagaman, dan nondiskriminasi bagi seluruh peserta didik, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Konsep ini tidak hanya menuntut fasilitas ramah difabel, tetapi juga transformasi pedagogis, psikologis, dan sosial di sekolah.
Menurut Profesor Putu Rumawan Salain, pendidikan inklusif mengintegrasikan ABK ke dalam lingkungan belajar reguler dengan layanan individual sesuai kebutuhan mereka. “Memang ada yang berbeda, sehingga kita perlu melihat dari sisi psikologi agar semua siswa mendapat pendidikan yang layak,” ujarnya, Kamis (9/10/2025).
Model pendidikan ini mendorong human rights based education, menekankan hak atas pendidikan sebagai hak fundamental setiap anak tanpa memandang perbedaan fisik, intelektual, atau sosial. Prof. Rumawan menambahkan, inklusifitas juga menumbuhkan empati dan sikap saling menghargai di sekolah, mengurangi risiko bully dan diskriminasi.
Ia menekankan, pendidikan inklusif bukan sekadar kebijakan formal, melainkan cerminan kemajuan peradaban dan kemanusiaan, yang memerlukan sinergi antara pemerintah, pendidik, dan masyarakat untuk membangun sistem pendidikan yang adil, adaptif, dan berkeadilan sosial.