PEKANBARU SERANTAU MEDIA - Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengatakan, penopang ekonomi terbesar di Provinsi Riau berasal dari tiga komoditas. Ada sektor migas, perkebunan, dan bubur kertas di bidang kehutanan.
Untuk sektor perkebunan, khsusunya kelapa, Gubernur Wahid menilai belum dimanfaatkan secara penuh untuk mendukung perekonomian masyarakat Riau. “Hilirisasi kelapa masih setengah jalan, belum sepenuhnya dimanfaatkan. Santan baru yang dipasarkan, jadi belum terintegrasi dengan baik,” katanya di Kantor Gubernur Riau, Senin (26/5/2025).
Gubernur menekankan perlunya memperbaiki semua aspek yang mendukung proses hilirisasi. Masalah utama di lapangan adalah lahan pohon kelapa di kawasan hutan dan umur pohon yang lebih dari 40 tahun memerlukan penanaman ulang.
“Kelapa di Riau sudah tua, lebih dari 40 tahun. Kami butuh kebijakan penanaman kembali. Termasuk bibit, dana, dan apa yang harus dilakukan selama menunggu panen berikutnya,” ujarnya saat memimpin rapat koordinasi tentang rencana dan penyelamatan pengembangan kelapa di Riau.
Daerah penghasil kelapa di Riau terbagi menjadi tiga, yaitu Kabupaten Pelalawan, Kepulauan Meranti, dan Indragiri Hilir. Sektor perkebunan di sana hampir 60 persen berupa kelapa. Jika harga kelapa naik, petani akan lebih sejahtera dan bahagia.
Ironisnya, siklus panen kelapa yang lama menimbulkan kekhawatiran. Penanaman kembali memerlukan waktu 3 sampai 4 tahun sampai pohon berbuah dan 2 sampai 3 bulan untuk panen.
Saat penanaman kembali, harus ada pengganti pohon yang baru. Bibitnya harus tahan air asin. Gubernur dan perguruan tinggi berusaha menghasilkan bibit unggul dan tahan air laut. Misalnya, kelapa sudah mempengaruhi udara laut.
Gubernur juga mengusulkan koperasi sebagai tempat pinjam uang selama menunggu hasil panen. Ini dianggap lebih baik dari transaksi dengan tengkulak yang memberi harga lebih rendah. “Kita bangun koperasi, manfaatkan program Presiden yang membuat Koperasi Merah Putih,” katanya.***